Minggu, 27 September 2015

Makalah Peradilan Nasional

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “ Peradilan Nasional “ ini.
          Tujuan dari penyusunan makalah ini, selain untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran PKn,  juga sebagai bahan pembelajaran untuk teman-teman yang membaca.
          Namun di samping  itu, kami menyadari betul bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sekiranya membangun dari para pembaca sekalian juga teman – teman semua agar kekurangan dari makalah ini dapat diperbaiki dan menjadi lebih sempurna.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk para pembacanya dan sebagai penambah wawasan kita semua.

Pulau Rakyat,  Agustus 2015

Penulis



















DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................................   i
DAFTAR ISI ...................................................................................................................   ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .........................................................................................  1
1.2 Tujuan .......................................................................................................  1
1.3 Manfaat Pembahasan................................................................................ 1
1.4 Rumusan Masalah ....................................................................................  1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sistem hukum .........................................................................  2
2.2 Sistem Peradilan Nasional ........................................................................  4
2.3 Kekuasaan Kehakiman .............................................................................  8
2.4 Kesatuan Sistem Hukum ..........................................................................  11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...............................................................................................  12
3.2 Saran .........................................................................................................  12
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................  13



















BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara. Pengertian sistem hukum sendiri yaitu Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sistem adalah perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Hukum merupakan peraturan didalam negara yang bersifat mengikat dan memaksa setiap warga Negara untuk menaatinya. Jadi, sistem hukum adalah keseluruhan aturan tentang apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan oleh manusia yang mengikat dan terpadu dari satuan kegiatan satu sama lain untuk mencapai tujuan.

1.2 Tujuan
·       Makalah ini dibuat memenuhi tugas mata pelajaran Pengantar Ilmu Hukum.
·       Makalah ini dibuat untuk menambah wawasan tentang Sistem Hukum dan Peradilan di Indonesia.

1.3 Rumusan Masalah
·         Apa hakikat dan karakteristik Sistem hukum di Indonesia?
·         Apa saja susunan badan-badan peradilan di Indonesia?
·         Bagaimana memahami kekuasaaan kehakiman?

1.4 Manfaat Pembahasan
·         Memahami hakikat dan karakteristik Sistem hukum di Indonesia.
·         Memahami perkembangan sistem hukum di Indonesia.
·         Memahami susunan dan kekuasaan badan-badan peradilan di Indonesia.
·         Memahami kekuasaan kehakiman.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem hukum
            Sistem Berasal dari bahasa Yunani “systema” yang dapat diartikan sebagai keseluruhan yang terdiri dari macam-macam bagian. Prof. Subekti, SH menyebutkan sistem adalah suatu susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri atas bagoan-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu penulisan untul mencapai suatu tujuan”.
            Dalam suatu sistem yang baik tidak boleh terdapat suatu pertentangan antara bagian-bagian. Selain itu juga tidak boleh terjadi duplikasi atau tumpang tindih diantara bagian-bagian itu. Suatu sistem mengandung beberapa asas yang menjadi pedoman dalam pembentukannya.
            Dapat dikatakan bahwa suatu sistem tidak terlepas dari asas-asas yang mendukungnya. Untuk itu hukum adalah suatu sistem artinya suatu susunan atau tatanan teratur dari aturan-aturan hidup, keseluruhannya terdiri bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain.
            Dapat disimpulkan bahwa sistem hukum adalah kesatuan utuh dari tatanan-tatanan yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang satu sama lain saling berhubungan dan berkaitan secara erat.untuk mencapai suatu tujuan kesatuan tersebut perlu kerja sma antara bagian-bagian atau unsur-unsur tersebut menurut rencana dan pola tertentu.

Ø  Pembagian Hukum itu sendiri di golongkan dalam beberapa jenis :
·         Berdasarkan Wujudnya
ü  Hukum tertulis, yaitu hukum yang dapat kita temui dalam bentuk tulisan dan dicantumkan dalam berbagai peraturan negara, Sifatnya kaku, tegas Lebih menjamin kepastian hukum Sangsi pasti karena jelas tertulis
Contoh : UUD, UU, Perda
ü  Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang masih hidup dan tumbuh dalam keyakinan masyarakat tertentu (hukum adat). Alam praktik ketatanegaraan hukum tidak tertulis disebut konvensi (Contoh: pidato kenegaraan presiden setiap tanggal 16 Agustus)
·         Berdasarkan Ruang atau Wilayah Berlakunya
ü  Hukum lokal, yaitu hukum yang hanya berlaku di daerah tertentu saja (hukum adat Manggarai-Flores, hukum adat Ende Lio-Flores, Batak, Jawa Minangkabau, dan sebagainya.
ü  Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku di negara tertentu (hukum Indonesia, Malaysia, Mesir dan sebagainya).
ü  Hukum internasional, yaiu hukum yang mengatur hubungan antara dua negara atau lebih (hukum perang, hukum perdata internasional, dan sebagainya).

·         Berdasarkan Waktu yang Diaturnya
ü  Hukum yang berlaku saat ini (ius constitutum); disebut juga hukum positif
ü  Hukum yang berlaku pada waktu yang akan datang (ius constituendum). Dan
ü  Hukum asasi (hukum alam).

Ø  Menurut sifatnya, hukum dapat dibagi dalam:
1)      Hukum yang memaksa
2)      Hukum yang mengatur (hukum pelengkap)

Ø  Menurut isinya maka hukum dapat digolongkan dalam 2 hal:

a. Hukum Publik
Yaitu aturan yang: mengatur hubungan antara Negara dengan warga Negara dan hubungan antar warga Negara yang menyangkut kepentingan umum.
Hukum public mencakup :
1. Hukum Tata Negara
Mengatur tentang Negara dan perlengkapannya (struktur ketatanegaraan)
2. Hukum Tata Usaha Negara
Mengatur cara kerja dari alat-alat Negara dalam menjalankan tugasnya
3. Hukum Pidana
Aturan hukum yang mengatur perbuatan apa yang boleh dan tidak boleh besarta
sangsi/hukuman bagi pelanggar. Buku yang mengatur hukum pidana disebut KUHP(kitab undang-undang hukum pidana). Isinya berupa aturan dan sangsi bagi pelanggarnya. Oleh sebab itu disebut juga hukum material
4. Hukum Acara
aturan yang berisi tatacara penyelesaian pelanggaran hukum pidana di pengadilan ataupun tata cara penangkapan. Bukunya disebut dengan KUHAP(kitab undang-undang hukum acara pidana).Hukum ini menjadi pedoman bagi polisi, jaksa dan hakim dalam menjalankan tugasnya. Disebut juga dengan hukum formal.
b. Hukum Privat
Adalah keseluruhan hukum yang mengatur hubungan antar warga Negara yang menyangkut kepentingan pribadi atau perseorangan. Jadi kepentingan yang diatur adalah masalah pribadi
Meliputi :
1. Hukum Perdata
Mengatur hubungan perseorangan yang bersifat pribadi, mis : perceraian
2. Hukum dagang
Mengatur hubungan yang terkait dengan perdagangan
3. Hukum adat
Mengatur hubungan hukum yang menyangkut persoalan adat istiadat
# Hukum dibuat oleh penguasa (DPR dengan Pemerintah). Kapan hukum mulai berlaku?
a. Sesuai dengan tanggal yang telah ditentukan dalam UU tersebut
b. Jika tidak disebut tanggalnya, maka UU mulai berlaku 30 hari sesudah
diundangkannya untuk wilayah Jawa dan Madura dan 100 hari untuk wilayah lain di Indonesia. Setelah batas waktu terlewati, maka kepada setiap warga Negara dianggap sudah mengetahui dan akan diberi sangsi apabila melanggarnya.

2.2 Sistem Peradilan Nasional
            Di Indonesia untuk menegakkan keadilan dibentuklah lembaga peradilan. Lembaga ini dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan hukum sesuai dengan bidangnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peradilan adalah segala sesuatu mengenai perkara pengadilan. Nasional adalah bersifat kebangsaan, berkenaan atas berasal dari bangsa sendiri, meliputi suatu bangsa. Jadi, peradilan nasional adalah segala sesuatu mengenai perkara pengadilan yang bersifat kebangsaan atau segala sesuatu mengenai perkara pengailan yang meliputi suatu bangsa, dalam hal ini adalah bangsa Indonesia.
Dengan demikian, yang dimaksud disini adalah sistem hukum Indonesia dan peradilan negara Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, yaitu sistem hukum dan peradilan nasional yang berdasar nilai-nilai dari sila-sila Pancasila.
Peradilan nasional berdasarkan pada Pasal 24 dan Pasal 25 UUD 1945. untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan dibentuk kekuasaan kehakiman yang merdeka.
Dalam hal ini dipegang oleh Mahkamah Agung dan peradilan lain, adapun lembaga-lembaga dalam peradilan.


A.    Peradilan tingkat pusat
   Ada 2 badan peradilan tertinggi di Indonesia yaitu:
1. Mahkamah Agung.
Merupakan badan peradilan tertinggi di Indonesia dengan tugas dan wewenang:
- Menyelesaikan perkara pidana di tingkat kasasi
- Menguji semua peraturan yang lebih rendah dari UU apakah bertentangan atau tidak dengan peraturan yang lebih tinggi
2. Mahkamah Konstitusi
Merupakan badan peradilan khusus yang bertugas menguji peraturan dari UU ke atas apakah bertentangan atau tidak dengan UUD 45
B.  Peradilan tingkat Umun
1. Pengadilan negeri (PN)
Merupakan badan pengadilan terendah, berada di setiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Seorang terdakwa akan diadili di kabupaten dimana dia melakukan tindak kejahatan , diadili di PN setempat. Bagi terdakwa yang tidak terima dengan vonis hakim di tingkat PN, dapat mengajukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi di tingkat provinsi (PT) peristiwa ini dikenal dengan “naik banding”
2. Pengadilan Tinggi (PT)
Merupakan pengadilan di tingkat provinsi. Menyelesaikan permasalahan yang diajukan oleh terpidana yang tidak terima atas vonis di tingkat sebelum (PN).
Jika si terpidana tetap tidak mau terima atas voni di tingkat banding ini, dia masih bisa mengajukan upaya hukum di tingkat pusat (MA) yang dikenal dengan nama “kasasi”
3. Mahkamah Agung (MA)
Menyelesaikan permasalahan hukum yang terjadi di tingkat kasasi. Apabila masih juga ditolak, maka si terpidana masih bisa melakukan 2 upaya hukum lagi di tingkat ini yaitu:
@ Peninjauan Kembali (PK)
Bisa diajukan bila terpidan tetap merasa tidak bersalah dengan menunjukkan bukti baru yang belum pernah diungkap sebelumnya di pengadilan. Kemungkinan yang terjadi adalah bebas murni atau ditolak.
@ Grasi
Apabila terpidana mengaku bersalah, minta ampun pada presiden selaku kepala Negara. Kemungkinan yang terjadi dikurangi hukuman atau tetap.

C. Peradilan Tata Usaha Negara
       Pengadilan yang dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan terhadap sengketa tata usaha Negara. Meliputi
1. Pengadilan Tata Usaha Negara
Menyelesaikan permasalahan hukum Di tingkat kabupaten/kota
2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Menyelesaikan permasalahan “naik banding” perkara tata usaha negara Di
tingkat provinsi.
D. Peradilan Agama
Peradilan yang dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan perdata bagi masyarakat beragama islam, msalnya masalah perceraian. Meliputi:
1. Pengadilan Agama (PA)
Menyelesaikan permasalahan hukum Di tingkat kabupaten/kota.
2. Pengadilan Tinggi Agama
Menyelesaikan permasalahan “naik banding” perkara perdata Di tingkat provinsi.
E. Peradilan Militer
Peradilan yang dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang dilakukan oleh anggota militer. Terdiri dari :
1. Pengadilan Militer
Menyelesaikan permasalahan hukum dilakukan oleh militer pangkat kapten ke Bawah.
2. Pengadilan Militer Tinggi
Menyelesaikan permasalahan hukum dilakukan oleh militer pangkat Mayor ke Bawah. Juga bisa untuk mengadili anggota militer yang “naik banding” dari tingkat di bawahnya
3. Pengadilan Militer Utama
Menyelesaikan permasalahan hukum yang dilakukan oleh terdakwa yang masih tidak puas dengan hukuman yang sudah dijatuhkan di tingkat pengadilan militer tinggi. Juga memutuskan perselisihan tentang wewenang mengadili antar
pengadilan militer yang berlainan.
F. Peradilan Pajak.
Peradilan yang dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang dilakukan oleh para wajib pajak
G. Komisi Yudisial
Lembaga khusus yang dibentuk untuk mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon hakim Agung.

Selain lembaga peradilan nasional adapun Peran Lembaga-Lembaga Penegak Hukum di Indonesia :
A. Kepolisian
Tugas utamanya adalah menjaga keamanan dan ketertiban di masyarakat, melindungi, mengayomi, melayani masyarakat dan menegkkan hukum.
Sebagai aparat hukum polisi dapat menjalakan fungsinya sebagai penyelidik dan penyidik. Polisi juga berwenang untuk menangkap orang yang diduga melakukan tindak kejahatan.
Hasil pemeriksaaan yang dilakukan oleh polisi terhadap pelaku tindak criminal disbut dengan BAP (berita acara pemeriksaan) yang akan diserahkan kepada kejaksaan.
# Kepolisian Negara diatur oleh UU No. 2 Tahun 2002. tugas pokok kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
1) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
2) menegakkan hukum, dan
3) memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada mayarakat.

Untuk melaksanakan tugasnya, kepolisian antara lain berwenang:
1) menerima laporan dan pengaduan
2) menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat menganggu ketertiban umum
3) mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat.

B. Kejaksaan
Kejaksaan Republik Indonesia diatur oleh UU No. 16 Tahun 2004, yang dalam undang-undang itu disebutkan bahwa diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri.
Kejaksaan adalah alat negara sebagai penegak hukum yang juga berperan sebagai penuntut umum dalam perkara pidana. Jaksa adalah alat yang mewakili rakyat untuk menuntut seseorang yang melanggar hukum pidana maka sisebut penuntut umum yang mewakili umum. kejaksaan merupakan aparat Negara yang bertugas :
1. Untuk melakukan penuntutan terhadap pelanggaran tindak pidana di pengadilan.
Di sini jaksa melakukan penuntutan atas nama korban dan masyarakat yang merasa dirugikan
2. Sebagai pelaksana (eksekutor) atas putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap.
Aparat kejaksaan akan mempelajari BAP yang diserahkan oleh kepolisian. Apabila telah lengkap maka kejaksaan akan menerbikan P21 yang artinya siap dibawa ke pengadilan untuk disidangkan.
Tugas dan wewenang jaksa di bidang pidana antara lain:
1) melakukan penuntutan
2) melaksanakan keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
3) melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasar UU
Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum jaksa turut melakukan penyelidikan yang berupa:
1) peningkatan kesadara hukum
2) mengawasi aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara
3) pengamanan kebijakan penegakan hukum

C. Kehakiman
Tugas utama seorang hakim adalah memeriksa, memutus suatu tindak pidana atau perdata. Untuk itu seorang hakim dalam menjalankan tugasnya harus lepas dari segala pengaruh agar keadilan benar-benar bisa ditegakkan.
Di tingkat pusat kekuasaan kehakiman dilakukan oleh MA dan MK.
Jika MA merupakan lembaga peradilan umum tertinggi,
maka MK merupakan lembaga peradilan khusus karena tugasnya :
- terbatas kepada hak uji terhadap UU ke atas ,
- sengketa kewenangan antar lembaga Negara,
- pembubaran partai politik
- memutuskan presiden dan/atau wakil presiden telah melanggar hukuman tidak mengurusi masalah pidana.

D. KPK
Lembaga baru yang dibentuk karena tuntutan dan amanat reformasi agar Negara bersih dari praktek KKN. Dibentuk berdasarkan UU no 30 tahun 2002. Tugas utamanya adalah menyelidiki dan memeriksa para pelaku korupsi yang dilakukan oleh para pejabat Negara. KPK ini dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab langsung kepada presiden.

2.3 Kekuasaan Kehakiman
Ø  Kekuasaan Kehakiman yang Integral
Kekuasaan kehakiman yang integral dan terpadu dapat dimulai dengan dilakukannya restrukturisasi atau “penataan kembali” bangunan sistem hukum pidana Indonesia yang bebas dan mandiri.
Berbicara mengenai penataan kembali sistem hukum untuk menciptakan kekuasaan kehakiman yang integral, bebas dan mandiri maka ada tiga hal pokok yang menjadi fokus pembicaraan antara lain substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum.
Pertama; Substansi hukum. Permasalahan yang dialami dari segi substansi hukum/pengaturan hukum adalah lembaga kepolisian dan kejaksaan tidak disebutkan secara tegas dan jelas dalam konstitusi bahwa kedua lembaga tersebut masuk dalam kekuasaan yudisial tetapi hanya disebutkan dalam Pasal 24 ayat 3 UUD NRI 1945 bahwa Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.
Rumusan pasal ini mengandung multi tafsir apakah kepolisian dan kejaksaan masuk dalam kategori badan-badan lain yang menjalankan kekuasaan kehakiman atau tidak. Dilihat dari sub fungsi polisi sebagai penyidik dan sub fungsi kejaksaan sebagai penuntut dan/atau penyidik maka dapat dikatakan bahwa kedua institusi tersebut masuk dalam lingkaran kekuasaan yudisial/kehakiman.
Kalau demikian maka seyogyanya kepolisian dan kejaksaan harus berada di luar kekuasaan eksekutif agar tidak bertentangan dengan prinsip kekuasaan kehakiman yang bebas dan mandiri dalam menegakkan hukum dan keadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat 1. Tetapi permasalahannya adalah apakah tugas kepolisian dan kejaksaan hanya melakukan penyidikan dan penuntutan?
Tentunya tugas kedua institusi tersebut tidak hanya sebatas itu sehingga terasa amat sulit kepolisian dan kejaksaan berada di luar eksekutif walaupun di sisi lain menjalankan fungsi menegakkan hukum yang merupakan bagian dari fungsi kekuasaan kehakiman. Solusi terhadap permasalahan tersebut adalah membentuk Badan Penyidik dan Badan Penuntut yang bersifat independen.
Badan-badan tersebut berada di luar kepolisian dan kejaksaan walaupun keanggotaanya berasal dari institusi-institusi tersebut tetapi tidak bertanggung jawab kepada kapolri maupun kepada kejaksaan agung tetapi benar-benar independen dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman yang merdeka.
Kedua; Struktur hukum merupakan penggerak/motor dari substansi hukum karena substansi tidak mungkin berjalan tanpa struktur hukum. Keduanya saling mengisi dan saling mendukung. Substansi tanpa struktur maka akan mati dan struktur tanpa substansi akan kacau.
Substansi hukum yang baik tetapi dijalankan oleh struktur hukum yang buruk maka akan buruk tetapi substansi hukum yang buruk tetapi dijalankan oleh struktur yang baik maka akan baik tetapi akan lebih baik kalau substansi dan strukturnya sama-sama baik tetapi sangatlah sulit untuk menemukan kedua-duanya hadir bersamaan. Di sini diharapkan bangsa ini memiliki struktur hukum (polisi, jaksa, hakim, advokat, pegawai LP) yang berintegritas, bertanggung jawab, transparan, bermoral, berilmu dan beriman serta memiliki masyarakat yang sadar hukum maka sudah pasti keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia akan tercapai.
Kekuasaan kehakiman yang bebas dan mandiri dapat dimaknai dari dua sudut pandang yaitu pertama; bebas dan mandiri dari kekuasaan eksekutif/pemerintah dan politik dan hal ini perlu diatur dalam substansi hukum agar benar-benar ada kemandirian kekuasaan kehakiman yang utuh dan holistik dalam arti kemandirian keseluruhan sistem peradilan pidana yaitu kekuasaan penyidikan, kekuasaan penuntutan, kekuasaan mengadili, kekuasaan pelaksanaan pidana dan kekuasaan pemberian bantuan hukum.
Hal ini sebagai bentuk pencerminan Indonesia sebagai negara hukum. Dari keseluruhan sistem peradilan pidana tersebut kekuasaan penyidikan yang berada di bawah komando kepolisian dan kekuasaan penuntutan yang berada di bawah komando kejaksaan masih berada di bawah bayang-bayang pemerintah sehingga belum tercipta sistem peradilan pidana terpadu yang bebas dan mandiri.
Kedua; bebas dan mandiri dari keinginan suap, jual beli pasal, jual beli putusan, favoritisme (pilih kasih)/tebang pilih dan berbagai praktek mafia hukum dan mafia peradilan lainnya merupakan penghalang terbesar dalam menciptakan kemandiran kekuasaan kehakiman karena aparat penegak hukum diikat oleh praktek-praktek mafia tersebut sehingga putusan pengadilan yang dihasilkan tidak/kurang berkeadilan sosial.
W. Clifford mengemukakan bahwa meningkatnya kejahatan telah cukup untuk menarik perhatian pada tidak efisiennya struktur peradilan pidana yang sekarang ada sebagai suatu mekanisme pencegahan kejahatan.
Hal yang sama dikemukakan pula oleh Johannes Andenaes bahwa semakin tinggi dan meningkatnya angka rata-rata kejahatan, merupakan bukti kegagalan atau ketidakmampuan (impotensi) sistem yang ada sekarang (Ibid). Melihat kondisi ini maka perlu ada pengawas independen yang secara khusus mengawasi setiap sub sistem peradilan pidana agar benar-benar bebas dari berbagai praktek mafia tersebut.
Ketiga: Kultur/budaya hukum merupakan perwujudan dari sistem nilai-nilai budaya hukum meliputi masalah kesadaran hukum, perilaku hukum, pendidikan hukum dan ilmu. Kultur/budaya hukum adalah roh/jiwa yang menghidupi struktur hukum dalam melaksanakan substansi hukum.
Diharapkan perilaku hukum dari struktur hukum mencirikan budaya hukum Indonesia yaitu budaya hukum Pancasila karena Pancasila merupakan jiwa/roh/kepribadian bangsa Indonesia.
Dan, pada dasarnya substansi hukum dibuat dengan ilmu hukum, dengan demikian penegakannya pula harus menggunakan ilmu hukum. Melupakan ilmu hukum dalam menerapkan hukum akan menyebabkan struktur hukum memahami substansi hukum tersebut secara parsial (sepotong-sepotong) sehingga keadilan yang dicapai bukan keadilan materiel tetapi sekedar keadilan prosedural.

2.4 Kesatuan Sistem Hukum
Masalah penegakan hukum di Indonesia terlihat dari belum terintegrasinya ketiga sistem hukum tersebut yaitu substansi hukum, struktrur hukum dan budaya hukum. Adanya disharmonisasi perundang-undangan, belum terintegrasinya sistem peradilan pidana secara holistik yang bebas dan mandiri menjadi sinyal/potret buram sistem hukum Indonesia.
Tentang budaya hukum Barda Nawawi Arief berpendapat bahwa budaya suap/budaya amplop, budaya jalan pintas, budaya kaca mata kuda/budaya coffee-extract tentunya tidak sesuai dengan budaya keilmuan dan dapat menghambat/merendahkan/menghancurkan kualitas penegakan hukum (Barda, tanpa tahun:41).
Agar sistem hukum nasional benar-benar terarah untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan pembangunan yang berkelanjutan (ibid) maka perlu adanya kesatuan sistem hukum yang memadai dalam masing-masing sistem dan adanya pengawasan independen yang berkualitas dan berintegritas dalam rangka menciptakan kekuasaan kehakiman yang bebas dan mandiri “Demi Keadilan Sosial berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Hukum merupakan peraturan didalam negara yang bersifat mengikat dan memaksa setiap warga Negara untuk menaatinya. Jadi, sistem hukum adalah keseluruhan aturan tentang apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan oleh manusia yang mengikat dan terpadu dari satuan kegiatan satu sama lain untuk mencapai tujuan.

3.2 Saran
Agar sistem hukum nasional benar-benar terarah untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan pembangunan yang berkelanjutan (ibid) maka perlu adanya kesatuan sistem hukum yang memadai dalam masing-masing sistem dan adanya pengawasan independen yang berkualitas dan berintegritas dalam rangka menciptakan kekuasaan kehakiman yang bebas dan mandiri “Demi Keadilan Sosial berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa



















DAFTAR PUSTAKA



Makalah Penyakit Sosial

KATA PENGANTAR

          Alhamdulillahi rabbil alamin, segala puji bagi Allah, Tuhan penguasa alam semesta atas segala karunia Nya sehinggga kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Penyakit Sosial di Masyarakat” ini tepat pada waktunya.
Isi dari makalah ini berasal dari pikiran kami para penyusun dan tentunya di tambah sumber-sumber dari buku dan internet sehingga makalah ini menjadi semakin baik.
“Tak Ada Gading Yang Tak Retak” itulah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan makalah ini, walaupun kami sudah berusaha keras untuk menjadikan makalah kami ini yang terbaik di mata semua orang yang membacanya, pasti saja ada kesalahan yang tidak kami sadari. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik maupun saran kepada para pembaca/pendengar makalah ini sebagai bahan pertimbangan untuk menyempurnakan kembali isi makalah ini.
Makalah ini kami susun dengan berbagai tantangan dan rintangan, namun alhamdulilah dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Kami berharap semoga makalah ini benar-benar bisa bermanfaat bagi kami sebagai penyusun, maupun bagi para pembacanya. Makalah ini di susun bukan hanya untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Sosiologi, tetapi kami juga berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya. Amin..


Pulau Rakyat,     September 2015

Penulis









DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................      i
DAFTAR ISI ..............................................................................................................      ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah .......................................................................................      1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................................      1
1.3. Tujuan ...................................................................................................................      1
BAB II
ISI
2.1. Pengertian Penyakit Sosial ...................................................................................      2
2.2. Jenis-Jenis Penyakit Sosial ....................................................................................      2
       2.2.1 Perjudian ......................................................................................................      2
       2.2.2. Perkelahian/Tawuran ..................................................................................      2
       2.2.3. Penyalahgunaan Narkoba/NAPZA ............................................................      2
       2.2.4. Alkoholisme/Mabuk-mabukan ....................................................................      3
       2.2.5. Pelacuran ....................................................................................................      3  
       2.2.6. Korupsi .......................................................................................................      3
2.3. Faktor Penyebab Penyakit Sosial .........................................................................      4
2.4. Cara Pengendalian Penyakit Sosial di Masyarakat ...............................................      5
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan ...........................................................................................................      6
3.2. Saran .....................................................................................................................      6
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................      7










BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Penyakit sosial adalah perilaku dari anggota masyarakat yang dapat menimbulkan keresahan dan ketidaktentraman dalam kehidupan masyarakat.Penyakit sosial di masyarakat saat ini sudah semakin marak di kalangan masyarakat dan sangat meresahkan masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Contoh dari penyakit social adalah perjudian, perkelahian atau tawuran, penyalah gunaan narkoba atau NAPZA, alkoholisme atau mabuk-mabukan, pelacuran, korupsi, dan masih banyak lagi penyakit sosial yang terjadi di masyarakat saat ini. Kami mengambil materi ini karena kami ingin masyakat mengetahui macam-macam penyimpangan sosial di masyarakat, penyebabnya, dan cara pengendalian penyakit sosial di masyarakat.

1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian penyakit sosial?
2. Apa jenis-jenis penyakit sosial?
3. Apa faktor penyebab penyakit sosial?
4. Bagaimana cara pengendalian penyakit sosial di masyarakat?

1.3. Tujuan
1. Menjelaskan definisi penyakit sosial.
2. Menjelaskaskan jenis-jenis penyakit sosial.
3. Mengetahui faktor-faktor penyebab penyakit sosial.
4. Mengetahui cara pengendalian penyakit sosial di masyarakat.









BAB II
PENYAKIT SOSIAL DI MASYARAKAT

2.1. Pengertian Penyakit Sosial
Penyakit sosial adalah perilaku dari anggota masyarakat yang dapat menimbulkan keresahan dan ketidaktentraman dalam kehidupan masyarakat. Penyakit sosial timbul karena adanya pelanggaran yang dilakukan oleh orang atau sekelompok orang terhadap norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat. Pelanggaran terhadap norma dan aturan masyarakat inilah yang kemudian dikenal dengan penyimpangan sosial.

2.2. Jenis-Jenis Penyakit Sosial
Berikut ini adalah contoh dari perilaku masyarakat yang tergolong penyakit sosial karena melanggar norma masyarakat, norma-norma hukum dan agama antara lain :

2.2.1 Perjudian
          Perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan suatu nilai atau yang dianggap bernilai dengan menyadari adanya sebuah resiko dan harapan tertentu pada peristiwa permainan,pertandingan,perlomban dan kejadian yang belum pasti hasilnya. Jenis judi bermacam-macam dari yang sembunyi-sembunyi sampai terbuka.  Contoh : Sabung ayam dikalangan masyarakat.

2.2.2. Perkelahian/Tawuran
          Tawuran lebih sering terjadi pada kalangan pelajar, mulai dari anak SD,SMP,SMA,juga mahasiswa. Bahkan tidak sering sampai mengorbankan korban jiwa jiwa. Pada umumnya sering terjadi karena hal sepele seperti saling mengejek, rebutan pacar, masalah pertemanan dan lain-lain. Tawuran antar pelajar atau antar sekolah merupakan perbuatan yang sangat tidak pantas. Tetapi tawuran kerap terjadi juga antar warga masyarakat,seperti yang terjadi di wilayah Indonesia bagian timur. Hal ini tentu sangat tidak baik bagi perkembangan sosial.

2.2.3 Penyalahgunaan Narkoba/Napza
          Napza (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif) merupakan zat atau obat-obatan yang berpengaruh terhadap susunan syaraf atau otak.Terkadang dipakai dokter untuk membius pasien operasi,tentunya dengan takaran tertentu. Apabila pemakaiannya disalahgunakan akan menimbulkan ketagihan dan merusak menimbulkan ketidakmampuan dan fungsi sosial, pekerjan, dam sekolah. Penggunaan narkoba akan berdampak negatif terhadap fisik dan mentals seseorang, bahkan Napza menimbulkn segudang masalah seperti pelacuran (PSK), kriminal bahkan paling berpotensi menularkan penyakit HIV/AIDS. Para Pelajar hendaknya selalu waspada terhadap bahaya naarkoba karena akan menghancurkan masa depan generasi bangsa.

2.2.4. Alkoholisme/Mabuk-Mabukan
          Alkoholisme adalah orang yang kecanduan minum minuman keras yanag mengandung alkohol dalam dosis yang tinggi. Konsumsi alkohol yang berlebihan akan berdamapak negatif bagi kesehatan karena mengganggu sistem syaraf. Akibatnya dia tidak dapat mengendalikan diri baik secara psikologis, fisik maupun sosial. Alkoholisme dapat mengakibatkan kejahatan beruntun seperti perkelahian, penodongan, pemerkosaan, dan lain-lain.Di Indonesia pesta miras sering dilakukan dan sering mengorbankan korban jiwa yang tidak sedikit. Berbeda dengan orang luar negeri yang meminum minuman yang mengandung alkohol pada saat musim dingin untuk menghangatkan tubuhnya, dan tentunya dengan takaran tertentu.

2.2.5.  Pelacuran
          Pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri dengan jalan memperjual belikan badan, kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu seks dengan imbalan bayaran uang, Pelacuran atau sekarang dikenal dengan istilah Pekerja Seks Komersial (PSK) berpotensi menularkan penyakit HIV/AIDS, selain itu dapat juga menimbulkan :
a.       Penyakit kelamin,
b.      Merusak kehidupan keluarga,
c.       Merusak moral, hukum, susila,dan agama,
d.      Adanya eksploitasi manusia oleh manusia lainnya, bahkan sekarang dikenal dengan istilah “Trafficking” yaitu penjualan manusia oleh manusia.
e.       Mendorong kriminalitas dan kecanduan narkoba.

2.2.6. Korupsi
          Korupsi berasal dari bahas latin “Corruptio” atau “Corrumpere” yang berarti buruk, busuk, rusak, menggoyangkan atau memutar balikan. Korupsi merupakan perilaku penyelewengan dari tugas tertentu yang sengaja dilakukan untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompoknya baik uang maupun harta kekayaan.Bentuk-bentuk korupsi antara lain : penyogokan , penggelapan,  pemutar balikan fakta, penipuan ataupun penggunaan uang negara secara tidak semestinya. Korupsi merugikan kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, mapun negara. Di Indonesia saat ini korupsi marak terjadi, dan dilakukan oleh pejabat baik pejabat pusat maupun daerah. Dan ini sangat merugikan masyarakat dan negara.
Selain itu beberapa perilaku penyakit sosial lainnya adalah mencuri, menipu, pembunuhan, pemerasan, pornografi dan pornoaksi, perilaku seks diluar nikah, seks bebas, kumpul kebo dan lain-lain.

2.3. Faktor Penyebab Penyakit Sosial
Banyak faktor yang dapat menjadikan alasan seseorang melakukan penyimpangan sosial.
Beberapa penyebab penyimpangan social tersebut antara lain :
1.     Struktur keluarga yang tidak utuh (broken home)
Ketidakharmonisan keluarga yang di akibatkan oleh keadaan keluarga yang berantakan dapat mendorong individu melakukan perilaku menyimpang.
2.     Faktor ekonomi keluarga
Tidak terpenuhinya kebutuhan ekonomi dapat menjadikan seseorang menghalalkan segala cara agar kebutuhan ekonominyaterpenuhi tanpa menghiraukan aturan dan norma masyarakat.
3.     Pelampiasan rasa kekecewaan
Pelampiasan rasa kekecewaan dapat menimbulkanperilaku di luar kendali orang yang bersangkutan.
4.     Pengaruh lingkungan masyarakat
Lingkungan akan mempengaruhi perilaku anggota masyarakatnya.
Contoh : Orang yang hidup di lingkungan pejudi akan cenderung ikut berjudi.
5.     Pengaruh kemajuan IPTEK
Kemajuan iptek di bidang telekomunikasi dan informasi menjadikan media massaseperti TV, Film, CD/DVD, majalah , koran, buku, internet dan lain-lain akrab dalam kehidupan masyarakat. Namun tidak jarang apa yang di sajikan dalam tayangan film, sinetron, majalah, internet dan lain-lain tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat bahkan kini penyimpangan social juga terjadi akibat jejaring social facebook seperti terjadinya penculikan, pemerkosaan dan penipuan.
6.     Proses sosialisasi nilai nilai kebudayaan yang menyimpang
Perilaku menyimpang dapat bersumber dari pergaulan melalui proses alih budaya. Melalui proses ini anak menyerap suatu sub kebudayaan menyimpang dari kelompok atau lingkungan tertentu dalam masyarakat.
7.     Ketidak sanggupan menyerap nilai dan norma yang berlaku
Pada umumnya terjadi pada kelompok pendatang baru yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan adat dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya. Ketidaktahuan akan norma yang berlaku dapat menyebabkan perilaku menyimpang.
8.     Anak yang putus sekolah.

2.4. Cara Pengendalian Penyakit Sosial di Masyarakat
Agar anggota masyarakat tidak melakukan penyimpangan sosial di perlukan adanya peran dari masyarakat untuk mencegah atau mengatasi penyakit sosial yang di lakukan anggota masyarakat.
Cara pengendalian penyakit social untuk mencegah dan mengatasi perilaku menyimpang yaitu dengan cara :
1.     Melakukan penyuluhan atau ceramah keagamaan,
2.     Hukuman, baik hukuman social maupun pidana,
3.     Membimbing atau mengajak berupa anjuran dengan sopan dan tidak memaksa,
4.     Dengan menekankan norma-norma yang baik yang berlaku di daerah tersebut,
5.     Menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif,
6.     Menyampaikan nilai, norma dan aturan secara berulang-ulang. Penyampaian pesan ini dapat di lakukan melalui ceramah, papan informasi, spanduk atau menggunakan media massa dan audio visual.










BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Penyakit sosial adalah perilaku dari anggota masyarakat yang dapat menimbulkan keresahan dan ketidaktentraman dalam kehidupan masyarakat. Penyakit sosial timbul karena adanya pelanggaran yang dilakukan oleh orang atau sekelompok orang terhadap norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat. Pelanggaran terhadap norma dan aturan masyarakat inilah yang kemudian dikenal dengan penyimpangan sosial. Contoh beberapa perilaku penyakit sosial adalah mencuri, menipu, pembunuhan, pemerasan, pornografi dan pornoaksi, perilaku seks diluar nikah, seks bebas, kumpul kebo dan lain-lain. Cara yang utama untuk mencegah melakukan penyimpangan social adalah dengan bertaqwa kepadaTuhan YME.

3.2. Saran
          Pencegahan perilaku menyimpang yang terjadi di masyarakat harus di lakukan sedini mungkin dan harus melibatkan peranan orang tua , lembaga pendidikan, lembaga pemerintah dan masyarakat. Beberapa tindakan pencegahan yang dapat di lakukan antara lain :
A.   Penanaman agama sedini mungkin,
B.   Menjaga keluarga yang harmonis,
C.   Pergaulan yang baik dan tidak menyimpang,
D.   Pendidikan yang bermutu dan terjamin,
E.    Lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME.












DAFTAR PUSTAKA